Secara umum sistem tanda bahaya dibagi atas dua kelompok, yaitu tanda bahaya untuk keadaan darurat yang terkait pada keamanan bangunan (seperti kebakaran), dan yang terkait pada keamanan penghuni / pengguna bangunan dan harta benda yang ada dalam bangunan yang ditujukan untuk menangkal kejahatan (seperti perampokan, pencurian, aksi teror, dan bentuk kejahatan lainnya).
Sistem Tanda Bahaya Kebakaran
Sebagai alat pemberi tanda jika terjadi kebakaran, bangunan dilengkapi dengan sistem tanda bahaya (alarm system) yang panel induknya berada dalam ruang pengendali kebakaran, sedang sub-panelnya dapat dipasang di setiap lantai berdekatan dengan kotak hidran. Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual dengan memecahkan kaca tombol sakelar tanda kebakaran atau bekerja secara otomatis, di mana tanda bahaya kebakaran dihubungkan dengan sistem detektor (detektor asap atau panas) atau sistem sprinkler.
|
Alarm
(sumber : dev.mymoly.com) |
Ketika detektor berfungsi, hal itu akan terlihat pada monitor yang ada pada panel, utama pengendalian kebakaran, dan tanda bahaya dapat dibunyikan secara manual, atau secara otomatis, di mana pada saat detektor berfungsi terjadi arus pendek yang akan menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi.
|
Diagram Sistem Tanda Bahaya Kebakaran |
Perbedaan Sistem Tanda Bahaya Kebakaran dan Kejahatan
Perbedaan sistem tanda bahaya pada pencegahan kebakaran dan pencegahan bahaya kejahatan terletak pada peralatan detektornya. Pada tanda bahaya sistem keamanan (security system) digunakan berbagai jenis detektor/sensor, yaitu : sensor ultrasonik (ultrasonic), sensor gelombang mikro (microwave), sensor infra merah (infra red) atau sensor suara (sound discriminating).
Prinsip Kerja Sistem Tanda Bahaya dengan Sensor
Sederhananya, sensor dapat berupa sakelar yang ditempatkan pada lokasi tertentu dan dapat difungsikan secara manual untuk membuat tanda bahaya berfungsi. Pada benda-benda yang diam, panjang pantulan gelombangnya tetap sama, tetapi jika ada objek yang bergerak, maka terjadi perubahan panjang pantulan gelombang, dan hal ini akan mengaktifkan tanda bahaya.
Prinsip di atas digunakan pada sensor ultrasonik dan sensor gelombang mikro. Sensor ultra sonik dapat dikacaukan jika terjadi turbulensi udara akibat sistem tata udara atau adanya bunyi yang disebabkan oleh dering telephon, suara kipas udara, atau getaran peralatan dalam ruangan. Sensor ultrasonik dapat mencakup luas 7,00 meter x 9,00 meter. Sedangkan pada gelombang mikro, sensor baru berfungsi jika objek telah mencapai jarak tertentu, dan perkiraan dimensi objek yang bergerak dapat diatur. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekeliruan antara manusia dan binatang peliharaan dan gangguan akibat adanya turbulensi atau getaran benda-benda. Sensor gelombang mikro juga dapat menembus kaca, kayu, partisi dan lantai tetapi akan memantul pada benda-benda yang terbuat dari logam.
Sensor ultrasonik dan gelombang mikro tergolong sistem aktif, karena alat tersebut selalu bekerja dengan memancarkan gelombang suara. Sedangkan sensor yang menggunakan infra merah tergolong sensor pasif, karena tubuh manusia dan benda-benda yang mempunyai panas akan mengeluarkan radiasi infra merah. Dan panjang gelombang infra merah inilah yang ditangkap oleh sensor infra merah. Sensor infra merah dapat dipasang sampai jarak 30 meter. Selain sensor infra merah, sensor suara menggunakan sensor analisa akustik juga merupakan sensor pasif dan akan berfungsi jika terjadi perubahan frekuensi tertentu.
Perkembangan Sistem Tanda Bahaya
Dewasa ini, banyak bangunan dilengkapi dengan detektor logam (metal detector) yang dapat mendeteksi adanya bahan peledak, amunisi, dan senjata api. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah berbagai tindak kejahatan terorisme. Di samping itu, untuk memudahkan pemantauan, dipasang jaringan televisi tertutup (CCTV - closed circuit television) pada lokasi yang rawan kejahatan. Dengan adanya peralatan elektronik ini, pemantauan dapat dilakukan selama 24 jam penuh, dan jika terjadi tindak kejahatan, rekaman televisi dapat ditayangkan ulang, lengkap dengan waktu kejadiannya.
SUMBER REFERENSI :
Juwana, Jimmy S. 2005. Sistem Struktur Bangunan Tinggi. Jakarta : Erlangga