Bendungan (dam) adalah bangunan pada sungai untuk membentung air sehingga didapatkan sejumlah volume air yang bisa digunakan untuk keperluan tertentu (misalnya memutar turbin pembangkit tenaga listrik, pengairan, konservasi, dan rekreasi).
Sedangkan bendung (weir) adalah bangunan pada sungai yang bertujuan untuk menaikkan level muka air sungai tanpa mengumpulkan volume air.
Perbedaan antara bendung dan bendungan hanya terletak pada adanya kemampuan untuk menampung air pada bendungan, sementara pada bendung tidak ada.
|
Bendungan Gajah Mungkur
(sumber : commons.wikipedia.org) |
Seiring pertumbuhan industri pada Abad 17 sampai Abad 20, usaha pemenuhan kebutuhan energi meningkat sangat pesat. Di samping peningkatan kebutuhan air di bidang pertanian dan air bersih. Kebutuhan air mendorong usaha pemanfaatan sungai dengan membangun bendungan dan bendung melintang sungai secara besar-besaran. Berikut ini disajikan beberapa contoh bendungan tipe urugan
(rock fill dam atau
earth fill dam).
|
Tipe Bendungan Rock and Earth Fill
(Nestmann & Lehman, 2002) |
Di samping tipe bendungan urugan (rock fill dam atau earth fill dam), masih banyak tipe bendungan yang lain, misalnya arch dam, concrete dam, dan lain sebagainya. Pembangunan bendungan pada dekade river development sampai sekarang ini telah dilakukan secara besar-besaran diseluruh dunia. Sebagai contoh Bendungan Itaipu di Brazil, Bendungan Gajah Mungkur dan Mrica di Jawa Tengah, Bendungan Cirata di Jawa Barat, dan Bendungan Yang Tze di Cina.
Pembangunan bendungan di berbagai tempat tersebut masih dilaksanakan dengan pendekatan sektoral hidraulik murni, dimana masalah ekosistem sungai belum merupakan faktor yang dipandang penting. Indikasi dampak yang akan diungkap dalam analisis dampak bendungan ini adalah interupsi aliran sungai, interupsi ekologi sungai, interupsi sedimen, efek gangguan, dan lain-lain, di samping indikasi dampak positif berupa konservasi air, irigasi, pembangkit listrik, dan lain-lain.
|
Gambar Bendung
(Nestmann & Lehman, 2002) |
Demikian juga pembangunan bendung pada dekade river development masih didasarkan kepada nilai manfaat sektoral saja, yaitu memanfaatkan air sungai untuk berbagai keperluan manusia, misalnya untuk pembangkit energi, irigasi, air minum, dan lain-lain. Pada dekade ini belum dipikirkan dampak ekologi yang akan muncul dari pembangunan bendung tersebut. Indikasi dampak negatif dari pembangunan bendung adalah interupsi ekologi sungai (misalnya fish migration) dan interupsi transport sedimen sungai.
Dalam pembangunan bendung, baik untuk pembangkit listrik maupun pengairan, sering dibuat percabangan sungai (river diversion). Percabangan sungai didefinisikan sebagai usaha pembuatan alur sungai baru atau kanal baru yang mengubah atau membagi alur sungai dari alur semula ke alur baru. Percabangan sungai sering juga dibangun untuk pembangkit listrik. Seperti yang di ilustrasikan dalam gambar berikut ini.
|
Percabangan dan bendung untuk pembangkit listrik tenaga micro-middle hydro
(Nestmann & Lehman, 2002) |
Indikasi dampak yang diakibatkan dari rekayasa percabangan ini adalah permasalahan minimum flow pada sungai aslinya. Dalam kaitannya dengan ekologi sungai, pengambilan air 100% akan menyebabkan terjadinya gangguan serius terhadap ekologi sungai utama.
Akibat lain dari pembuatan bendung atau bendungan melintang sungai adalah terjadinya penggenangan (inundating) di bagian hulu bangunan. Dengan adanya bendung / bendungan, maka muka air akan naik dan areal genangan akan melebar selebar tinggi horizontal muka air yang direncanakan. Penggenangan untuk suatu areal yang luas ini akan menimbulkan indikasi dampak negatif, antara lain berkurangnya areal hutan atau pertanian secara signifikan, meningkatnya keasaman air akibat pembusukan vegetasi di dalam air, dan lain-lain. Disamping itu juga terjadi instabilitas angkutan sedimen sepanjang alur sungai terutama di hilir. Meskipun demikian perlu dicatat bahwa pembangunan bendung atau bendungan mempunyai dampak positif yaitu dapat meningkatkan konservasi air di hulu.
SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2007. Restorasi Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press