Pengaturan simpang
disusun berdasarkan kebutuhan arus dari tiap-tiap pendekat. Faktor besar
kecilnya arus merupakan pertimbangan utama untuk menentukan jenis-jenis
pengaturan, disamping tentunya pertimbangan masalah dana yang tersedia, karena
jumlah arus yang besar akan menyebabkan tundaan yang berlebihan akibat
distribusi kesempatan jalan yang tidak merata pada setiap bagian, dan
meningkatnya angka kecelakaan.
Sebaliknya pengaturan simpang yang tidak tepat
juga akan menyebabkan jumlah tundaan meningkat, pemborosan fasilitas, dan
meningkatnya kecenderungan pengemudi untuk melanggar.
Terdapat
dua macam pemasangan rambu Stop ini, yakni:
- Two Way Stop Sign. Yakni pemasangan rambu Stop dari dua
arah, biasanya dari arah jalan minor.
- Multy
Way Stop Sign. Yakni pemasangan rambu Stop pada seluruh kaki simpang. Pemasangan rambu Stop pada seluruh kaki simpang ini dilakukan dengan pertimbangan : a). Angka
kecelakaan sudah cukup tinggi yakni
lebih besar dari 5 kejadian per tahun. b). Rata-rata
tundaan kendaraan mencapai lebih dari 30 detik. c). Arus
kendaraan dari masing-masing pendekat minimal sudah mencapai 500 kendaraan per
jam selama 8 jam operasi tertinggi per
hari. d). Pertimbangan
untuk memakai lampu sinyal belum ada dananya.
Kanalisasi
Simpang
Kanalisasi simpang
dimaksud untukmengarahkan kendaraan ataupun memisahkannya dari arah pendekat
yang mau belok ke kiri, lurus, ataupun belok ke kanan. Kanalisasi dapat berupa
pulau dengan kerb yang lebih tinggi dari jalan ataupun hanya berupa garis marka
jalan.
Dengan Bundaran (Roundabout)
Bundaran atau
roundabout merupakan pulau di tengah-tengah simpang yang lebih tinggi dari
permukaan jalan rata-rata, dan bukan berupa garis marka, sehingga secara nyata
tidak ada kendaraan yang akan melewatinya.
Pengemudi yang memasuki simpang begitu melihat adanya bundaran di tengah
sudah akan terkondisi untuk memperlambat laju kendaraannya. Selain itu bundaraan dapat berfungsi
mengarahkan dan melindungi kendaraan belok kanan.
Pembatasan Belok (Turn Regulation)
Pembatasan belok pada
suatu simpang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah konflik sehingga akan
memperkecil tundaan dan meningkatkan kapasitas simpang. Terdapat beberapa cara
untuk mengurangi jumlah konflik dengan pembatasan belok, antara lain :
- Larangan Belok Kiri. Alasan diterapkannya
larangan belok kiri karena akan terjadi konflik dengan pejalan kaki sehingga
kendaraan harus berhenti yang mengakibatjan kendaraan di belakang ikut pila
berhenti.
- Larangan Belok Kanan. Kendaraan yang belok ke kanan harus menunggu gap yang
cukup lama karena arus kendaraan arah lurus dengan arah yang berlawanan cukup
besar sehingga akan menghambat kendaraan di belakangnya.
Untuk mencapai arah
tujuan yang dimaksud, yakni arah ke kanan, kendaraan harus menempuh arah lurus
sampai pada suatu tempat yang dipandang
aman dari pengaruh simpang kemudian
berputar arah dan kembali menuju simpang
baru kemudian belok ke kiri.
Atau dapat pula
ditempuh jalur yang lain yang dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Pembuatan arah yang
demikian akan menambah jarak dan waktu tempuh bagi kendaraan, namun demikian
dengan ini jumlah konflik akan dapat terkurangi terutama jika arus lurus dari
arah lawan sangat besar yang menyebabkan kesempatan belok kanan sangat kecil
karena tidak adanya gap dari kendaraan arah lurus tersebut.
Dengan Lampu
Lalu-Lintas (Traffic Signal)
Lampu lalu-lintas
yang dipasang pada suatu simpang dengan tiga jenis warna yakni: merah, hijau,
dan kuning yang menyala secara bergantian merupakan upaya pengaturan simpang
untuk mencegah konflik antar kendaraan berdasarkan interval waktu (time interval). Kendaraan yang datang
dari berbagai arah menuju titik yang sama dalam waktu yang bersamaan pula
dipisah berdasarkan interval waktu karena adanya lampu merah, hijau, dan kuning
yang menyala secara periodik pada tiap-tiap kaki simpang.
Dengan Simpang Tidak
Sebidang
Simpang tidak
sebidang merupakan bentuk pengendalian simpang untuk mencegah konflik berdasarkan
interval ruang (space interval). Masing-masing kendaraan dengan arah yang
berlainan secara nyata dipisah ruangnya sehingga tidak dimungkinkan terjadi
konflik kecuali konflik yang terjadi
dalam arah yang sama misalnya : tabrak dari belakang atau juga bersinggungan antar kendaraan. Pengambilan keputusan
pemakaian bentuk simpang yang tidak sebidang ini merupakan pilihan terakhir
bilamana dengan sinyal lalu lintas sudah tidak memungkinkan lagi karena
terjadinya tundaan yang berlebihan akibat kemacetan sementara siklus lampu
lalu-lintas sudah sangat jenuh. Disamping itu juga tersedia dana bagi pembuatan
simpang yang tidak sebidang.
Hal yang perlu
diingat bahwa keputusan pembuatan simpang tidak sebidang merupakan keputusan
yang terintegrasi antara simpang satu dengan simpang yang lain dalam satu
wilayah (Area Traffic System). Kajian tentang kelayakan penerapan simpang
tidak sebidang pada suatu tempat tidak dapat berlaku tunggal hanya pada simpang
yang ditinjau melainkan harus pula dikaji dampaknya pada simpang yang berdekatan
dalam satu wilayah. Apabila perencanaan
simpang ini menafikan simpang yang lain maka boleh jadi kelancaran arus pada
simpang tersebut justru akan menyebabkan kemacetan pada simpang lainnya karena
terjadinya tambahan arus demand pada
suatu pendekat yang berlebihan.
Bentuk simpang yang
tidak sebidang ini bisa berupa jembatan layang (fly over) atau bisa juga dengan bentuk terowongan bawah tanah (underpass).
SUMBER REFERENSI :
Catatan Kuliah Rekayasa Lalu Lintas (September 2006). Universitas Sebelas Maret Surakarta.