Pemakaian kata dan kalimat dalam penerjemahan mencerminkan pemakaian bahasa baku. Bahasa baku itu dipergunakan dalam situasi formal. Oleh karena itu, gaya bahasa yang dipergunakan untuk memaparkan ilmu pengetahuan adalah gaya formal atau gaya resmi. Gaya formal masih mengandung ciri-ciri tertib (careful), benar (correct), cerrmat (accurate), lengkap (complete) dan netral (neutral). Ciri-ciri demikian itu biasanya membuat pemaparan itu menjadi mantap (confirm) dan berbobot (weighty).
Ragam bahasa tulis harus memenuhi kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa tulis harus lebih ketat daripada bahasa lisan. Dalam bahasa tulis harus lebih teratur dan lebih jelas pengungkapannya daripada bahasa lisan agar mudah ditangkap dan dipahami maksudnya (Badudu, 1985:31). Memang benar apabila menggunakan bahasa tulis sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada orang lain, penyampai pesan tidak secara langsung berhadapan dengan penerima pesan.
|
Ragam Bahasa
(sumber : pinguinshowtime.wordpress.com) |
Oleh sebab itu bahasa tulis yang kita gunakan harus jelas dan tegas karena ujaran kita tidak disertai oleh derak isyarat, pandangan, atau anggukan yang dapat membantu lawan bicara memahami apa yang kita maksudkan. Fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, dan hubungan diantara fungsi itu masing-masing, harus nyata dalam bahasa tulis, sedangkan dalam bahasa lisan unsur-unsur itu kadang-kadang ditinggalkan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa yang dipergunakan dalam penulisan buku harus bahasa tulis ragam baku, buku-buku pelajaran haruslah menggunakan bahasa baku, bahasa standar dan dengan demikian bahasa Indonesia dalam penulisan buku haruslah bahasa Indonesia ragam resmi atau baku.
RAGAM BAHASA KEILMUAN
Menurut Soewito (1987:41), ragam bahasa dalam ilmu pengetahuan hanyalah salah satu jenis ragam di dalam ragam baku. Sedangkan yang dimaksud dengan ragam baku bahasa Indonesia menurut Badudu (1985:18) ialah bahasa pokok, bahasa utama, bahasa standar, yaitu bahasa yang tunduk pada ketetapan yang telah dibuat dan disepakati bersama mengenai ejaan, tata bahasa, kosa kata, dan istilah. Dengan demikian bolehlah dikatakan ragam baku bahasa Indonesia ialah ragam baku yang tunduk pada ketetapan-ketetapan bahasa Indonesia.
Dipandang dari sudut sarana dan penggunaannya, ragam resmi atau baku dalam bahasa Indonesia, masih menurut Badudu, digunakan dalam semua situasi resmi baik lisan maupun tulisan. Bila kita berpidato, berdiskusi, memimpin rapat, memberikan ceramah, kuliah, pelajaran, tentu bahasa Indonesia ragam resmi baku yang kita gunakan. Demikian juga jika kita menulis surat resmi, surat dinas misalnya, menulis buku, artikel dalam surat kabar atau majalah, menulis makalah, laporan penelitian, skripsi, disertasi, bahasa Indonesia ragam tulis yang bakulah yang seharusnya kita gunakan (Badudu, 1985:19).
Dari penjelasan di atas kita dapat memperoleh gambaran apa dan bagaimana ragam bahasa keilmuan itu, dan karena ragam bahasa keilmuan hanyalah merupakan salah satu dari ragam baku maka penelitian ini membahas masalah ragam bahasa keilmuan. Menurut Badudu, bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan untuk mengkaji ilmu, dapat digunakan untuk mengutarakan pikiran dan gagasan yang tinggi dan rumit, baik lisan maupun tulisan. Ragam bahasa keilmuan, disamping merupakan ragam baku, mempunyai seperangkat aturan-aturan khusus yang berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gaya bahasa (Badudu, 1985:19).
PEMAKAIAN KATA
Ilmu itu objektif dan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Disamping itu ilmu juga disusun secara sitematik guna menghindari kemenduan makna atau pengertian (Soewito, 1987:41). Lebih jauh Soewito mengatakan bahwa dalam pemaparan ilmu pengetahuan kita memilih kata-kata yang lebih denotatif, bereka makna, bayan dan tidak mubazir. Pendapat ini searas dengan apa yang dikatakan oleh Hadiwijoyo (1980:3) bahasa imu dan teknik mempersyaratkan penuturan yang lugas, tetapi jelas. Dengan demikian salah tafsir atau makna ganda sedapat mungkin dihindari karena kata yang terpakai umumnya lebih bersifat denotasi daripada konotasi. Ungkapan-ungkapan yang terpakai itu sederhana dan tanpa basa-basi.
Menurut Alwasilah (1984:147), yang dimaksud dengan makna denotasi adalah makna kata yang umum dipakai atau singkatnya, makna yang biasa, objektif, belum dibayangi perasaan, nilai dan rasa tertentu. Dikatakan objektif sebab makna denotasi ini berlaku umum. Sebaliknya makna konotasi bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kata gadis adalah kata denotatif, sedangkan kata-kata dara, perawan, dan sekuntum bungan adalah makna konotasi yang sudah bergeser dari makna denotasi gadis (Nababan, 1989:49).
Penggunaan kata-kata denotasi berkenaan dengan penggunaan kata dalam ilmu pengetahuan, sedangkan penggunaan kata-kata konotasi berkenaan dengan penggunaan kata dalam puisi (McCrimon, 1967:167). Sedangkan penulis akan ebih cocok bila menggunakan kata-kata denotasi karena tujuan dari penulisan itu adalah memberikan fakta-fakta yang sejelas-jelasnya kepada pembaca, sedangkan seorang penyair akan lebih sesuai bila menggunakan kata-kata konotasi terhadap karya-karyanya karena di dalam makna tersebut lebih terkandung pesan, kesan dan emosi daripada fakta-fakta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kata-kata yang harus digunakan dalam ilmu pengetahuan haruslah denotatif, bermakna tunggal, lugas, jelas tak mendua, dan tak mubazir. Ciri-ciri ini akan menghasilkan daya penyampaian yang besar untuk menjelaskan konsep-konsep ilmu yang dalam dan rumit. Dengan demikian gaya bahasa di naskah-naskah buku teknik dan terjemahannya haruslah bergaya bahasa baku.
SUMBER REFERENSI :
Sudarno, A.P. 2011. Penerjemahan Buku Teori dan Aplikasi. Surakarta : UNS Press