Di masa sekarang ini, penanggulangan banjir tampaknya tidak bisa diselesaikan dengan metode-metode konvensional lagi. Metode konvensional penyelesaian banjir yang sering dipakai di Indonesia adalah dengan membuat sudetan sungai, normalisasi, pembuatan tanggul, pembuatan talud, dan segala macam konstruksi sipil keras konvensional lainnya.
Kiranya para ahli banjir dan dinas terkait harus berpikir keras untuk lebih komprehensif dalam penyelesaian banjir ini dan tidak terfokus dengan metode konvensional di atas, sehingga secara berkelanjutan banjir dapat dikurangi atau dihindarkan.
|
Ilustrasi Banjir
(sumber : pacamat.com) |
KONSEP EKO-HIDRAULIK DAN KONSEP HIDRAULIK MURNI
Metode penyelesaian banjir yang ingin diketengahkan disini adalah metode ecological hydraulics (eko-hidraulik). Konsep eko-hidraulik dalam penyelesaian banjir sangat berbeda dengan konsep konvensional atau cara hidraulik murni yang disebutkan diatas. Konsep eko-hidraulik dalam penyelesaian banjir bertitik tolak pada penanganan penyebab banjir secara integral, sedang konsep konvensional hidraulik murni bertitik tolak pada penanganan secara lokal akibat dari banjir.
Konsep eko-hidraulik memasukkan dan mengembangkan unsur ekologi atau lingkungan dalam penyelesaian banjir, sementara konsep hidraulik murni justru merusak dan menghancurkan lingkungan dalam penyelesaian banjir. Konsep hidraulik murni melihat banjir sebagai bukti munculnya daya rusak air yang hebat, sementara eko-hidraulik melihat fenomena sebagai akibat kerusakan lingkungan sehingga daya retensi lingkungan terhadap banjir hilang.
Dalam konsep eko-hidraulik tidak dikenal istilah daya rusak air untuk memberi julukan banjir, namun dikenal dengan rusaknya retensi lingkungan atau daya dukung lingkungan yang berakibat sering munculnya debit sungai yang ekstrim atau banjir.
DAMPAK PENANGANAN BANJIR DENGAN KONSEP HIDRAULIK MURNI
Penyelesaian banjir dengan konsep konvensional yaitu dengan sudetan, pelurusan, pembuatan tanggul, perkerasan tebing (taludisasi), normalisasi, pembabatan vegetasi bantaran, dan lain sebagainya telah diakui oleh sebagian besar ahli hidro di dunia baik di Amerika, Jepang, Australia dan Eropa dan juga di Indonesia, yang justru akan menciptakan bahaya banjir yang lebih besar dan frekuensi banjir yang lebih sering. Disampping itu cara ini menyebabkan kerusakan yang sangat serius dan dahsyat bagi ekologi sungai secara keseluruhan, sehingga fungsi hidraulik dan ekologi sungainya hancur.
Pelurusan, sudetan, dan tanggul misalnya akan menyebabkan terjadinya tendensi banjir di hilir lebih tinggi dan menurunkan tingkat retensi di sepanjang sungai sehingga konservasi air akan menurun drastis. Kekeringan akan lebih intensif karena membangun pelurusan, tanggul dan sudetan berarti pengatusan air secepatnya ke hilir, sehingga air tidak berkesempatan meresap ke tanah. Tata air di sepanjang sungai yang diluruskan, disudet atau ditanggul akan rusak total.
Bekas-bekas sungai atau sungai lama yang terpotong (oxbow) akan menimbulkan masalah baru, misalnya sebagai sarang nyamuk dan lambat laun menjadi dangkal. Biasanya masyarakat akan menyerang daerah oxbow ini untuk dijadikan daerah hunian atau pertanian, karena daerah ini biasanya merupakan daerah tak bertuan. Namun banjir dapat mengancam lagi daerah oxbow ini, karena di daerah oxbow ini praktis tidak ada air yang mengalir keluar. Sementara sudetan di daerah hilir (wilayah pantai) telah menyebabkan terjadinya instabilitas garis pantai. Daerah muara sungai lama akan terjadi abrasi besar-besaran dan daerah muara sudetan baru akan terbentuk reklamasi yang cepat.
Dampak negatif metode konvensional hidraulik murni ini kiranya sudah sangat jelas dan mudah dicerna oleh masyarakat awam sekalipun (baca Buku "Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai:, Maryono, 2002).
SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2007. Restorasi Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta : Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada
Artikel Terkait "Konsep Eko Hidraulik dalam Penanggulangan Banjir" :