Sungai termasuk salah satu wilayah keairan. Wilayah keairan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yang berbeda berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Sudut pandang yang biasa digunakan dalam pengelompokan jenis wilayah keairan ini antara lain adalah morfologi, ekologi, dan antropogenik (campur tangan manusia pada wilayah keairan tersebut).
Pengelompokan wilayah sungai oleh para ahli sipil sebelum tahun 1980-an kebanyakan hanya berdasarkan pada pertimbangan fisik hidraulik (morfologi), misalnya teori rezim yang membedakan sungai menjadi mikro, meso dan makro struktur atau sungai kecil, menengah, dan besar. Dalam konsep eko-hidraulik dewasa ini, pengelompokan sungai tidak lagi hanya didasarkan pada pertimbangan komponen fisik hidraulik namun juga komponen ekologi.
Dari sudut pandang ekologi, secara umum wilayah sungai juga dapat dimasukkan ke dalam bagian wilayah keairan, baik wilayah keairan diam (tidak mengalir) dan wilayah keairan dinamis (mengalir). Wilayah keairan tidak mengalir misalnya danau, telaga, embung, sungai mati, anak sungai yang mengalir hanya pada musim penghujan, rawa, dan lain-lain. Adapun yang termasuk wilayah keairan yang dinamis atau mengalir adalah sungai permukaan, sungai bawah tanah, laut dengan arus lautnya, dan lain-lain.
Dari sudut pandang ekologi, wilayah keairan tidak mengalir merupakan wilayah dengan ekosistem yang tertutup (misalnya danau). Sebagian besar komponen pendukung ekosistem danau tersebut merupakan komponen dengan sirkulasi yang tertutup. Sistem ini memperoleh komponen pendukung dari air tanah, air permukaan yang masuk, dan udara. Sedangkan wilayah keairan mengalir merupakan suatu ekosistem yang terbuka dengan faktor dominan adalah aliran air. Dalam suatu sistem sungai terjadi lalu lintas rantai makanan dari bagian hulu ke hilir (Konold & Schütz, 1966). Oleh sebab itu dalam memahami dan menginvestigasi wilayah sungai untuk perencanaan pembangunan wilayah sungai, tidak bisa secara isolatif di suatu areal tertentu saja (lokal), namun harus secara integral sesuai dengan jenis ekosistem wilayah sungai yang sifatnya tidak tertutup dan dipengaruhi oleh seluruh faktor baik dari hulu maupun dari hilir.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sedangkan sistem alur sungai (gabungan antara alur badan sungai dan alur sempadan sungai) merupakan sistem river basin yang membagi DAS menjadi sub-DAS yang lebih kecil. Oleh karenanya segala sesuatu perubahan yang terjadi di DAS akan berakibat pada alur sungai. Areal DAS meliputi seluruh alur sungai ditambah areal dimana stiap hujan yang jatuh di areal tersebut mengalir ke sungai yang bersangkutan. Alur sempadan sungai didefinisikan sebagai alur pinggir kanan dan kiri sungai yang terdiri dari bantaran bajir, bantara longsor, bantaran ekologi, serta bantaran keamanan.
Guna lebih mengetahui secara detail tentang sungai maka dibuat zona memanjang maupun melintang. Tampang memanjang merupakan zonasi makro dari hulu sampai ke hilir dan tampang melintang adalah zonasi mikro dari daerah bantara sisi sungai yang satu sampai bantaran sisi yang lainnya.
|
Daerah Aliran Sungai (DAS)
(sumber : geoenviron.blogspot.com) |
Konsep hidraulik murni biasanya mengabaikan komponen ekologi (misalnya tumbuhan yang ada) dalam membuat tampang melintang sungai dan cenderung membuat profil dasar sungai secara teratur (lurus). Dalam pemahaman eko-hidraulik, profil memanjang dan melintang sungai berisi baik komponen fisik hidraulik (dasar sungai atau sedimen, tebing sungai, dan bantaran sungai) lengkap dengan flora (tumbuhan) yang hidup di atasnya serta fauna (binatang) yang menyertainya. Di samping tumbuhan, juga perlu ditampilkan komponen kimia eir sungai yang bersangkutan.
ZONA MEMANJANG SUNGAI
Zona memanjang pada umumnya diawali dengan kali kecil dari mata air di daerah pegunungan, kemudian sungai menengah di daerah peralihan antara pegunungan dan dataran rendah, dan selanjutnya sungai besar pada dataran rendah sampai di daerah pantai. Dari literatur morfologi sungai yang ada (Rosgen, 1996; Kern, 1994; Schumm, 1981; Leopold et al., 1966; Leopold et al., 1964; dan lain sebagainya) pada umumnya ditemukan tiga pembagian zona sungai memanjang yakni sungai bagian hulu "upsteram", bagian tengah "middle-stream", dan bagian hilir "downstream". Dari hilir sampai ke hulu ini dapat ditelusuri perubahan-perubahan komponen sungai seperti kemiringan sungai, debit sungai, temperatur, kandungan oksigen, kecepatan aliran, dan kekuatan aliran terhadap erosi.
|
Zonasi memanjang sungai dengan perubahan komponennya (Niemeyer - Lüllwitz & Zucchi, 1985) |
Pada gambar di atas menunjukkan contoh umum zonasi memanjang sungai yang masih alamiah dari hulu sampai ke hilir beserta perubahan-perubahan komponen sungainya.
Faktor yang sangat berpengaruh dari perubahan-perubahan komponen tersebut adalah kemiringan sungai, di samping juga jenis material dasar dan tebing yang dilewati sungai. Perubahan kemiringan sungai menentukan perubahan temperatur, kandungan oksigen, kecepatan air, dan lain-lain. Sedangkan perubahan kemiringan dikombinasi dengan jenis sedimen dasar sungai dan iklim mikro akan mempengaruhi jenis vegetasi sungai.
Perubahan kemiringan sungai pada gambar diatas bukan berlaku secara umum. Ada perubahan kemiringan sungai yang tidak seperti gambar di atas, misalnya di bagian hulu relatif datar dan dibagian hilir relatif curam, atau bagian hulu dan hilir datar namun bagian tengah curam, dan lain sebagainya. Sehingga dalam membuat tampang memanjang suatu sungai harus dilihat secara spesifik dan dibedakan antara sungai satu dengan sungai lainnya. Perubahan komponen untuk berbagai kondisi sungai alamiah (selain kemiringan) seperti perubahan temperatur, pH dan kandungan oksigen memiliki trend yang sama seperti yang disajikan pada gambar di atas.
ZONA MELINTANG SUNGAI
Pada zona sungai secara melintang dapat dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona akuatik (badan sungai), zona amphibi (daerah tebing sungai sampai pertengahan bantaran) dan zona teras sungai (daerah pertengahan bantara yang sering tergenang air saat banjir sampai batas luar bantaran yang hanya kadang-kadang kena banjir). Kondisi biotik dan abiotik dai ketiga zona ini dipengaruhi oleh lama, ketinggian, dan frekuensi banjir yang ada. Banjir (tinggi genangan) merupakan faktor dominasi yang mempengaruhi perubahan kualitas dan kuantitas habitat serta morfologi sungai. Gambar dibawah ini menunjukkan contoh hubungan antara garis muka air dan vegetasi pinggir sungai yang ada.
|
Hubungan antara tinggi muka air dan karakteristik vegetasi daerah bantaran sungai (Spark, 1995, dalam FISRWG, 1998) |
Paa zonasi melintang ini, di samping hubungan antara banjir dengan ekologi juga terdapat hubungan antara frekuensi dan durasi banjir dengan jenis material dasar sungai (kandungan lempung) serta dengan komponen abiotik yakni tampang sungai. Misalnya pada frekuensi dan durasi banjir tinggi pada sungai dengan material dasar yang relatif lepas (kandungan lempungnya sedikit) akan menghasilkan tampang sungai yang relatif lebar (B/H besar), sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut ini.
|
Hubungan antara lebar sungai dan kedalaman sungai dengan kandungan lumpur (Schumm, 1960) |
SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta : Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada