Pembangunan wilayah keairan (sungai, danau, dan pantai) di seluruh dunia dewasa ini sebagian besar masih menggunakan pola pendekatan rekayasa teknik sipil hidro secara parsial (hidraulik murni). Sehingga hasil rekayasa tersebut sangat terkesan lepas bahkan bertentangan dengan pendekatan ekologi lingkungan.
Dengan laju perkembangan kesadaran lingkungan dan kesadaran berpikir holistik dunia internasional dewasa ini serta ditemukannya berbagai dampak negatif yang sangat besar dari rekayasa hidraulik murni, maka pola pikir rekayasa hidraulik secara parsial di atas mulai ditinggalkan. Kemudian berkembang pola rekayasa interdisipliner baru dengan memadukan antara rekayasa hidraulik dan pertimbangan ekologi / lingkungan pada setiap penyelesaian masalah keairan.
|
Konsep Eko-Hidraulik dan Hidraulik Murni
(sumber : kampustekniksipil.blogspot.com) |
Pendekatan interdisiploner eko-hidraulik ini dipandang sebagai suatu pola pendekatan yang bisa diterima dan serta memiliki efek keberlanjutan tinggi, karena pendekatan yang digunakan sudah memasukkan baik faktor fisik (abiotik) maupun non fisik (biotik) yang memegang peranan penting pada wilayah keairan.
Berbagai negara maju seperti Jerman, Amerika, Kanada, dan sebagian besar negara Eropa baru sekitar tahun 80-an memulai mengembangkan dan menggunakan konsep eko-hidraulik. Sedang di Indonesia penyelesaian setiap masalah keairan dengan pendekatan ekologi-hidraulik (eko-hidraulik) hampir tidak kita temukan. Pemasyarakatan konsep eko-hidraulik ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan, mengingat semakin banyaknya kerusakan lingkungan di wilayah keairan akibat rekaysa hidraulik murni beberapa dekade yang lalu.
Sejarah eko-hidraulik tidak terlepas dari sejarah eksploitasi sungai dekade sebelumnya. Pada abad ke-17, 18, 19 sampai pertengahan abad ke-20, hampir semua wilayah di seluruh daratan Eropa, misalnya Sungai Rhine, Danube, Neekar, Weser, dan lain-lain, dieksploitasi / dibangun / dikelola dengan berbagai rekayasa konstruksi hidraulik murni tanpa memperhatikan kerusakan ekologi di sekitar wilayah sungai tersebut. Eksploitasi sungai tersebut dapat dikelompokkkan menjadi 3 sebagai berikut :
- Koreksi sungai (river corrections); pelurusan (straightening), sudetan (cutting), penyempitan jalur (narowing), penyederhanaan tampang sungai (profile simplifying) dan pembuatan tanggul.
- Transportasi sungai (waterway); pelurusan (straightening), regulasi sungai (regulating), proteksi tebing (bank protection), pengerukan (excavating), dan menaikkan elevasi muka air (increasing water level).
- Bangunan tenaga air (hydropower plants); bendungan (damming), bendung (weiring), pencabangan (diversing) dan penggenangan (inundating).
Usaha eksploitasi sungai secara besar-besaran ini semakin insentif pada abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Pada pertengahan abad ke-20 sampai akhir abad ke-20 timbul kesadaran lingkungan yang sangat tinggi. Bertepatan dengan hal tersebut, muncul dampak negatif dari eksploitsi sungai yang dilakukan dekade sebelumnya, berupa banjir di hilir setiap tahun, erosi dasar sungai yang insentif, longsor, bantaran sungi yang hilang, morfologi sungai alamiah dan elemen-elemennya seperti pulau, dermeander, riffle, dan dune rusak hebat, berkurangnya keragamn hayati wilayah sungai, muka air tanah dan konservasi ir menurun, dan lain-lain.
Akumulasi antara dampak pembangunan sungai dan kesadaran lingkungan tersebut memberikn inspirasi untuk mengembangkan pola pendekatan pembangunan sungai biologis yakni pendekatan eko-hidraulik. Pendekatan ini dapat disebut juga dengan pendekatan integralistik dengan implementasi berupa usaha untuk melakukan renaturalisasi dengan mengembalikan kondisi sungai atau serta wilyah keairan sejauh mungkin ke kondisi natural sebelumnya serta memasukkan faktor ekologi / lingkungan dalam setiap usaha eksploitasi wilayah sungai.
Di negara berkembang seperti Indonesia, dampak pembangunan dengan pendekatan hidraulik murni ini sudah cukup banyak, namun belum terekspos ke permukaan secara masal. Di samping juga masih banyak wilayah sungai yang belum terjaman oleh pola pembangunan hidraulik murni. Eko-hidraulik di Indonesia diharapkan bisa berperan dalam memperlambat laju pembangunan wilayah sungai dengan konsep hidraulik murni, sejauh mungkin mengawali renaturalisasi wilayah sungai yang telah dirubah (dibangun dengan konsep hidraulik murni).
Konsep eko-hidraulik juga merupakan salah satu unsur dari konsep "One River One Plan and One Integrated Management" (satu sungai satu perecanaan dan pengelolaan secara integral). pengelolaan secara integral ini bukan hanya diartikan secara dministratif dari hulu sampai ke hilir, namun juga harus diartikan secara substantif menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang berhubungan dengan sungai, artinya bahwa dalam menangani permasalahan yang berhubungan dengan sungai mesti dilihat secara menyeluruh, semua komponen yang berhubungan dengn sistem sungai tersebut baik komponen fisik maupun non fisik, biotik maupun abiotik dan dari hulu (pegunungan) sampai ke hilir (muara sungai).
SUMBER REFERENSI :
Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta : Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada
Artikel Terkait "Sejarah Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai" :